Episode 4: Tatapan yang Tak Minta Jawaban

 Tatapan itu... nggak minta jawaban. Tapi juga nggak bisa diabaikan.


Episode 4: Tatapan yang Tak Minta Jawaban

Ada orang-orang yang masuk ke hidupmu seperti pertanyaan.

Tidak minta dijawab sekarang, tapi tidak bisa kamu abaikan begitu saja.

Nolan… adalah pertanyaan itu.

Aku pertama kali melihatnya di ruang seminar. Dia duduk dua baris di belakang, mengenakan jaket hitam dan earphone yang hanya dipasang di satu telinga. Tatapannya tidak mencari siapa pun. Tapi anehnya, semua mata akhirnya mencari dia.

Bukan karena dia menarik secara berlebihan. Tapi karena dia seperti tidak sedang berada di sini dan keasingan itu membuat orang ingin mendekat.

Aku tidak menoleh terlalu lama. Tapi saat keluar dari ruangan, dia berdiri di lorong, menatapku sekilas, lalu berkata:

“Kamu suka menulis, ya?”

Aku berhenti sejenak.

Dari mana dia tahu?

Dia menunjuk ke punggung tasku. Sebuah pena menempel di sana dengan gantungan kecil yang bertuliskan: “words are softer than wounds.”

“Oh,” jawabku singkat.

“Aku suka kalimat itu,” katanya.

Lalu dia pergi. Tanpa pamit. Tanpa perkenalan.

Aku tidak tahu kenapa kalimatnya tinggal di kepalaku sepanjang hari.

Di kelas, saat Lisa curhat tentang cowok barunya yang “membingungkan”.

Di kantin, saat Resa duduk sambil memainkan ponselnya, sesekali melirik sekeliling, seolah berharap ada yang memanggil namanya.

Dan bahkan malam itu, ketika aku membuka buku puisi dan mencoba menulis sesuatu, kalimat Nolan seperti gema yang belum selesai.

Aku menulis perlahan. Satu kalimat muncul dari ujung hatiku yang paling pelan:

“Ada orang yang tidak datang untuk tinggal tapi cukup untuk membuat ruang kosong di hati jadi terasa hidup.”

Aku tidak tahu siapa Nolan.

Dan aku tidak tahu kenapa dia bisa membaca sisi kecil dari diriku hanya dengan satu tatapan dan satu kalimat.

Tapi sejak hari itu, aku tahu...

Beberapa orang tidak butuh banyak suara untuk mengguncangmu.

Mereka cukup hadir, dan kamu mulai meragukan ketenangan yang selama ini kamu pertahankan dengan keras.


Di akhir halaman buku, kutulis lagi:

“Bukan yang keras yang menghancurkanmu. Tapi yang tenang dan kamu kira tak berbahaya.”

Dan malam itu, entah kenapa… aku menulis nama Nolan.

Bukan di kalimat, tapi di ujung lembar kosong.

Mungkin karena sebagian dari diriku tahu pertanyaan yang tak dijawab, kadang lebih lama tinggal di hati.



Cerita chila Dimiliki Tanpa Hilang episode 5

🌙 Segera Hadir...


Previous
Next Post »
Thanks for your comment