Episode 5 : Satu Meja, Dua Dunia
Kadang, yang paling lama tinggal di hidupmu
bukan mereka yang tahu semua tentangmu,
tapi mereka yang tetap duduk di sampingmu
meski kamu tak pernah sepenuhnya bercerita.
Lisa selalu jadi terang.
Bukan terang yang menyilaukan, tapi cukup untuk membuat kamu tahu arah pulang.
Dan hari ini, dia duduk di seberangku di kafe kampus, wajahnya cerah, jemarinya sibuk memainkan sedotan plastik.
“Aku kayaknya suka sama orang yang salah lagi deh,” katanya tiba-tiba.
Aku hanya mengangkat alis. Lisa dan curhat cinta bukan hal baru.
“Tapi kali ini lebih parah. Dia baik. Terlalu baik. Sampai aku ngerasa jahat kalo nggak suka balik.”
Aku menyeruput tehku. Diam. Bukan karena tak peduli, tapi karena aku tahu Lisa bukan butuh solusi dia cuma ingin didengar.
“Kamu pernah nggak sih, Chil… ngerasa pengen disayang, tapi takut kehilangan diri sendiri?”
Aku menoleh pelan.
“Setiap hari,” jawabku pelan.
Lisa terdiam. Mungkin dia tidak menyangka aku akan menjawab sejujur itu. Biasanya aku hanya mengalihkan. Tapi hari itu, aku tidak ingin sembunyi.
Sore itu, setelah Lisa pulang lebih dulu, aku berjalan ke perpustakaan. Sendiri. Melewati Resa yang duduk di bawah tangga, menulis sesuatu di notes-nya yang kecil. Aku tahu dia suka menulis puisi, meski tak pernah mau mengakuinya langsung.
Kami hanya bertukar senyum. Tidak ada percakapan. Tapi aku tahu dia juga sedang menata luka.
Mungkin begini rasanya dikelilingi orang-orang yang kuat tapi rapuh.
Kami saling berputar di orbit masing-masing. Tidak bertabrakan. Tapi juga belum benar-benar bersentuhan.
Malamnya, aku membuka halaman belakang bukuku.
Kali ini, aku menulis tentang Lisa tentang caranya bertanya tanpa menuntut jawaban, dan tentang betapa aku ingin bisa terbuka, tapi belum tahu bagaimana caranya.
“Kadang kita bukan takut dicintai. Kita hanya takut kehilangan bentuk asli kita saat mencoba mencintai balik.”
Aku menutup buku pelan.
Lalu menatap langit-langit kamar.
Malam ini, tidak ada Nolan. Tidak ada Romi.
Hanya aku dan pikiranku yang belum selesai belajar jadi tenang
ConversionConversion EmoticonEmoticon